Mereka yang kini sudah berinvestasi di dalamnya diharuskan melakukan divestasi per November tahun ini. Kebijakan tersebut mirip dengan yang telah diterapkan kepada Huawei hingga merontokkan pangsa pasar smartphone globalnya di ujung tahun lalu. Namun, apa yang terjadi pada Huawei dianggap lebih kompleks lagi.
Kepada Huawei, larangan bukan hanya berlaku bagi perusahaan Amerika tapi juga perusahaan pengguna teknologi dari Amerika, agar mereka tidak berbisnis lagi dengan Huawei.
Sabtu 16 Januari 2021, Xiaomi telah mengeluarkan tanggapan mengenai pernyataan dari Gedung Putih di ujung masa kekuasaan Trump tersebut. Isinya, membantah adanya afiliasi apapun, termasuk kepemilikan maupun kendali, dari militer dalam atau atas perusahaan itu.
Xiaomi menyebutkan kalau perusahaan selalu beroperasi mengikuti hukum dan ketentuan yang berlaku di setiap negara di mana mereka berada. Xiaomi juga menegaskan kalau hanya menyediakan produk dan jasa untuk penggunaan sipil dan komersial.
"Perusahaan sedang mengkaji konsekuensi potensial dari pernyataan Perusahaan Militer Komunis Cina itu untuk mengembangkan pemahaman yang lebih penuh tentang dampaknya bagi Grup," bunyi pernyataan Xiaomi tersebut sambil memastikan bakal melindungi kepentingan perusahaan.
Banyak kalangan masih menantikan kelanjutan keputusan dari pihak Washington. Hal ini karena Trump sudah harus lengser dan presiden terpilih Joe Biden akan dilantik pada 20 Januari mendatang. Sebagian berharap kebijakan Biden berbeda dari pendahulunya itu.
Seperti diketahui Xiaomi
tumbuh menjadi brand smartphone besar di dunia. Berdasarkan perusahaan
riset TrendForce, dari produksi ponsel pintar 2020 yang sebanyak 1,25
miliar perangkat, atau drop 11 persen dibandingkan 2019, Xiaomi
menempati urutan ketiga merek teratas. Dia berada di bawah Samsung dan
Apple, menggantikan posisi Huawei yang merosot ke urutan 6.
